
![]() |
Ilustrasi. Pelaksanaan Ritual Mappadendang pada masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. - Source: Warisanbudaya.kemedikbud.go.id |
Mappadendang adalah ritual ungkapan rasa syukur
pasca panen yang digelar oleh masyarakat Bugis pada beberapa daerah di Sulawesi
Selatan sejak zaman dahulu. Ritual ini digelar secara bersama-sama oleh
masyarakat dalam kampung maupun tetangga kampung. Tempat pelaksanaan
Mappadendang bervariasi seperti: di sawah, halaman Saoraja, atau lapangan, berdasarkan
kesepakatan antara petani, pemerintah, dan dewan adat.
Mengutip laman Warisan Budaya Kemendikbud, komponen utama dalam acara ini, yaitu 6
perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisional yaitu
baju Bodo. Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga disebut Pakkindona,
sedang pria yang menari dan menabur bagian ujung lesung disebut Pakkambona.
Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar yang terbuat dari anyaman
bambu yang disebut Walasoji.
Dalam sumber yang
sama disebutkan saat musim panen tiba para warga biasanya memotong ujung batang
padi dengan ani-ani. Ani-ani adalah sebuah pisau pemotong yang ukurannya kecil.
Jika padi sudah terkumpul, biasanya padi hasil panenan tersebut akan
dirontokkan dengan cara menumbuk dalam sebuah lesung.
Dalam buku "Manusia
Bugis" karya Christian Pelras, dijelaskan bahwa ritual Mappadendang juga digelar saat terjadi gerhana. Dilukiskan
bahwa suatu bentuk musik perkusi khas ditemukan pada ritual Mappadendang (menumbuk
lesung), di mana instrumen besarnya terbuat dari batang pohon yang dilubangi
dan digantung beberapa inci di atas lubang tanah yang berfungsi sebagai kotak
pemantul suara.
Para muda-mudi tulis
Pelras, menggunakan tongkat kayu, sebagai pengganti alu bambu yang digunakan
menumbuk padi, bergantian menumbuk lesung sepanjang siang dan malam mengikuti
irama. Gadis-gadis menumbuk lesung dengan irama teratur, sementara para pemuda
menumbuk kedua ujung lesung dengan irama lebih bersinkope. Bahkan alat musik
itu kadangkala disertai pula oleh gendang dan gong.
Mujalil Idris dalam penelitian tentang Eksistensi
Ritual Mappadendang di Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkep, menulis alat-alat
dan bahan yang digunakan dalam ritual ini. Pakaian yang digunakan saat digelar
ritual yakni pakaian adat yang telah ditentukan, di mana para wanita wajib memakai
baju Bodo, sedangkan laki-laki memakai lilit kepala serta baju hitam, seluar
lutut lalu melilitkan kain sarung hitam bercorak.
Adapun alat yang digunakan dalam ritual Mappadendang lanjut Mujalil, yakni sebuah lesung berukuran kurang lebih 1,5 meter hingga maksimal 3 meter
dengan lebar 50 cm. Bentuk lesungnya mirip perahu kecil, namun berbentuk
persegi panjang. Selain itu, 6 batang alat penumbuk yang terbuat dari kayu atau
bambu berukuran setinggi orang (dewasa, red) dan ada dua jenis alat penumbuk
berukuran pendek sekira setengah meter.*